Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Puisi Pilhan Karya Chairil Anwar

Aku

Kalau sampai waktuku 

Ku mau tak seorang ‘kan merayu

Tidak juga kau

 

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang

 

Biar peluru menembus kulitku

Aku tetap meradang menerjang

 

Luka dan bisa kubawa berlari

Berlari

hingga hilang pedih peri

 

Dan aku akan lebih tidak peduli

Aku mau hidup seribu tahun  lagi

 

Maret 1943

 

 

Krawang-Bekasi

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi

tidak bisa teriak “ Merdeka” dan angkat senjata lagi.

 

Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,

terbayang kami maju dan berdegap hati?

 

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi

Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.

Kenang, kenanglah kami.

 

Kami sudah coba apa yang kami bisa

 

Tapi kerja belum selesai,

belum bisa memperhitungkan 4-5 ribu

nyawa

 

Kami cuma tulang-tulang berserakan

Tapi adalah kepunyaanmu

 

Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan

kemenangan dan harapan atau tidak untuk apa-apa,

 

Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata

Kaulah sekarang yang berkata

 

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi

Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

 

Kenang, kenanglah kami

Teruskan, teruskan jiwa kami

Menjaga Bung Karno

menjaga Bung Hatta

menjaga Bung Sjahrir

 

Kami sekarang mayat

Berikan kami arti

Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

 

Kenang, kenanglah kami

yang tinggal tulang-tulang diliputi debu

Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

 

Derai-Derai Cemara

Cemara menderai sampai jauh

terasa hari akan jadi malam

ada beberapa dahan di tingkap merapuh

dipukul angin yang terpendam

 

Aku sekarang orangnya bisa tahan

sudah berapa waktu bukan kanak lagi

tapi dulu memang ada suatu bahan

yang bukan dasar perhitungan kini

 

Hidup hanya menunda kekalahan

tambah terasing dari cinta sekolah rendah d

an tahu, ada yang tetap tidak terucapkan

sebelum pada akhirnya kita menyerah

 

Senja di Pelabuhan Kecil

Kepada Sri Ajati

 

Ini kali tidak ada yang mencari cinta

di antara gudang, rumah tua, pada cerita

tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut

menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

 

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang

menyinggung muram, desir hari lari berenang

menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak

dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

 

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan

menyisir semenanjung, masih pengap harap

sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan

dari pantai keempar, sedu penghabisan bisa terdekap

Tak Sepadan

Aku kira:

Beginilah nanti jadinya

Kau kimpoi, beranak dan berbahagia

Sedang aku mengembara serupa Ahasvéros.

 

Dikutuk-sumpahi Eros

Aku merangkaki dinding buta

Tak satu juga pinti terbuka.

 

Jadi baik juga kita pahami

Unggunan api ini

Karena kau tidak ‘kan apa-apa

Aku terpanggang tinggak rangka.

Februari 1943

 

Di Mesjid

Kuseru saja Dia

Sehingga datang juga

 

Kami pun bermuka-muka.

 

Seterusnya Ia Bernyala-nyala dalam dada.

Segala daya memadamkannya

 

Bersimbah peluh diri yang tak bisa diperkuda

 

Ini ruang

Gelanggang kami berperang.

 

Binasa-membinasa

Satu menista lain gila

 

Persetujuan dengan Bung Karno

Ayo! Bung Karno kasih tangan, mari kita bikin janji

Aku sudah cukup lama dengan bicaramu

Dipanggang di atas apimu, digarami lautmu

Dari mulai 17 Agustus 1945

 

Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu

Aku sekarang api, Aku sekarang laut

 

Bung Karno! Kau dan aku satu zat satu urat

Di zatmu, di zatku kapal-kapal kita berlayar

Di uratmu, di uratku kapal-kapal kita betolak dan berlabuh

 

Cinta dan Benci

Aku tidak pernah mengerti

Banyak orang menghembuskan cinta dan benci

Dalam satu napas

 

Tapi sekarang aku tahu

Bahwa cinta dan benci adalah saudara

Yang membodohi kita, memisahkan kita

 

Sekarang aku tahu bahwa

Cinta harus siap merasakan sakit

Cinta harus siap untuk kehilangan

Cinta harus siap untuk terluka

Cinta harus siap untuk membenci

 

Karena itu hanya cinta yang sungguh-sungguh mengizinkan

kita

Untuk mengatur semua emosi dalam perasaan

 

Setiap emosi jatuh… Keluarlah cinta

 

Sekarang aku mengetahui implikasi dari cinta

Cinta tidak berasal dari hati

Tapi cinta berasal dari jiwa

Dari zat dasar manusia

 

Ya, aku senang telah mencintai

Karena dengan melakukan itu aku merasa hidup

Dan tidak ada orang yang dapat merebutnya dariku

 



Posting Komentar

0 Komentar