Akhir-akhir ini dunia pendidikan tak habis-habisnya menjadi perbincangan dan menjadi isu hangat dikalangan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan itu sendiri. Pasalnya, perubahan iklim tengah menghantarkan mereka pada posisi yang benar-benar dilematis, baik dari segi kesejahteraannya maupun tanggung jawabnya. Tidak hanya itu, mereka kini terbebani dengan tingkah orang tua siswa yang dengan keberpihakannya membentuk karakter sendiri menjadi pribadi yang arogan menjudge tenaga pendidik dalam menganalisa dan menyimpulkan kepribadian seorang tenaga pendidik pada proses pembelajarannya. Namun, hanya sebagian kecil saja orang tua yang bertingkah seperti itu akan tetapi keberadaannya cukup membangun suasana ruang belajar terkesan lebih angker.
Tenaga pendidik dan kependidikan dengan istilah akrabnya adalah 'guru' kini mesti berfikir, berucap dan bertingkah lebih ekstra hati-hati. Ini terjadi karena guru kini berada pada masa dimana siswa/pelajar dalam dimensi yang berbeda dengan sebelumnya, sehingga setiap kebijakan yang dibuat meski matang dan benar-benar usai dipertimbangkan.
Selain itu, pendidikan masa kini harus bertransformasi menjadi suatu lembaga yang memiliki sistem dan teknis yang up-to-date, sehingga pendidikan menjadi lebih luwes ketika dihadapkan dengan pelajar atau calon pelajar zaman now.
Setiap perubahan kini harus sudah mulai disesuaikan dengan suhu dan iklim yang ada, ke depan lembaga pendidikan mampu mempersiapkan siswa/pelajar yang tangguh, hebat dan siap menghadapi berbagai macam tantangan zaman.
Berangkat dari berbagai fakta yang ada, maka tenaga pendidikan masa kini tugasnya adalah memprediksi apa yang akan terjadi dalam 3 sampai 6 tahun mendatang, sehingga dalam prosesnya seorang guru kini membentuk karakter siswa/pelajar yang siap dan kuat guna menyongsong masa yang akan datang baginya. Sebagaimana kita dulu disiapkan menjadi pribadi yang kuat menghadapi berbagai macam gejala masa kini.
Adalah hal mustahil apabila sebuah pendidikan merealisasikan cita-cita mulianya ini tanpa menyesuaikan dengan berbagai macam perubahan yang ada. Baik sistem maupun teknisnya, tenaga pendidik terutama pimpinan sebuah lembaga haruslah memegang penuh kendali berbagai macam tuntutannya. Bukan berarti tanpa resiko, positif dan negatif pasti ada dan mestinya menjadi bumbu pelengkap dimana perubahan dan perbaikan akan tercapai secara berkelanjutan.
Revolusi industri 4.0 (four point zero) istilah bekennya, dimana di abad ini berbagai macam aktifitas mendapat kemudahan tanpa terkecuali, hanya dimasa ini percepatan bisa diperoleh. Lalu, apakah lembaga pendidikan kita sudah memperoleh kemudahan dan percepatan itu?
Berbasis digital, sebuah ruang tanpa batas memberikan banyak opsi hingga jalan pintas yang lagi-lagi bukan tanpa resiko, namun baik dan buruknya kita yang akan menentukan. Digitalisasi yang jika tidak dikendalikan justru akan menjadi senjata yang akan makan tuannya sendiri. Artinya, industri 4.0 bisa menjadi indikator perkembangan sebuah lembaga yang berkembang dan memiliki progres yang positif.
Terlebih, sekolah harus ambil bagian dalam mendidik siswanya bagaimana tentang menggunakan dan memanfaatkan perkembangan ini. Tidak sedikit berbagai tindakan kejahatan dan modus-modus lainnya dilancarkan melalui kemudahan ini. Dengan memanfaatkan akun jejaring sosialnya, pelajar tengah asyik dan dimudahkan menjalin komunikasi tak terbatas ruang dan waktu. Ada puluhan bahkan ratusan platform yang menyediakan kemudahan itu dengan berbagai kekurangan dan kelebihannya. Namun, sudahkah mereka menggunakannya dengan bijak?
Undang-undang ITE usai dirumuskan dan diketuk palu sebagai upaya pemerintah dalam menangkal bahaya dari perkembangan ini, namun berbagai pelanggaran masih saja terus dilancarkan. Berbekal sebuah telepon genggam, semua dapat mengakses kemudahan yang semakin tak terkendalikan.
Penulis : Iman Burhanudin
0 Komentar